Namun,
sekarangkah saatnya kehidupan akan memisahkan kita agar engkau bisa
memperoleh keagungan seorang lelaki dan aku kewajiban seorang perempuan?
Untuk
inikah maka lembah menelan nyanyian burung bul-bul ke dalam
relung-relungnya, dan angin memporakporandakan daun-daun mahkota bunga
mawar, dan kaki-kaki menginjak-injak piala anggur?
Sia-siakah segala malam yang kita lalui bersama dalam cahaya rembulan di bawah pohon melati, tempat dua jiwa kita menyatu?
Apakah
kita terbang dengan gagah perkasa menuju bintang-bintang hingga lelah
sayap-sayap kita, lalu sekarang kita turun ke dalam jurang?
Atau tidurkah cinta ketika ia mendatangi kita, lalu, ketika ia terbangun, menjadi marah dan memutuskan untuk menghukum kita?
Ataukah
jiwa-jiwa kita mengubah angin malam yang sepoi menjadi angin ribut yang
mengoyak-ngoyak kita menjadi berkeping-keping
dan meniup kita bagai debu ke dasar lembah?
Kita tak melanggar perintah apa pun kita pun tak
mencicipi buah terlarang lalu apa yang memaksa kita meninggalkan sorga ini?
Kita tidak pernah berkomplot atau menggerakkan pemberontakan, lalu mengapa sekarang terjun ke neraka?
Tidak,
tidak, saat-saat yang menyatukan kita lebih agung daripada abad-abad yang berlalu,
dan cahaya yang menerangi jiwa-jiwa kita lebih perkasa daripada kegelapan
dan jika sang prahara memisahkan kita di lautan yang buas ini,
sang bayu akan menyatukan kita di pantai yang tenang, dan
jika hidup ini membantai kita, maut akan menyatukan kita lagi.
Hati nurani seorang wanita tak berubah oleh waktu dan musim
bahkan jika mati abadi, hati itu takkan hilang musnah.
Hati seorang wanita laksana sebuah padang yang berubah jadi medan pertempuran
sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar
dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi ditanami dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak,
ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi karena musim
semi dan musim gugur datang pada waktunya dan memulai pekerjaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar